Cast:
Chelsea, Bagas, Afika
Marsha, Chindai, Angel, Tissa
(Rafli, Josia, Difa)
(Alifah, Xendra, Pelangi)
“Selamat, Ulang tahun. Kami ucapkan... Selamat panjang
umur.....” riang lagu ulang tahun terdengar merdu disudut rumah keluarga Bagas
sore itu.
“Afika,
selamat ulangtahun ya...”
“Selamat
ya...”
“Selamat ulangtahun,”
“Selamat ulangtahun,”
“Selamat
ulangtahun, Afika...” ucapan selamat ulangtahun seakan berlomba diucapkan untuk
Afika, anak tunggal dari pasangan Agatha Chelsea dan Bagas Rahman yang baru
menginjak usia satu tahun.
Terlihat Afika
yang baru bisa berjalan namun tertatih itu, ditemani sang ayah, Bagas, tersenyum
riang dikelilingi tamu undangan. Bayi cantik yang mengenakan gaun pink itu
berhasil menjadi pusat perhatian samua tamu karena memang ini adalah hari
ulangtahunnya. Tamu undangan pun tak berhenti mengajak Afika yang terlihat
menikmati dikelilingi orang banyak untuk bermain.
Disana
terlihat Angel dengan suaminya, Difa serta anak pertama mereka Xendra. Juga ada
Marsha-Rafli serta anak mereka, Alifah. Tak ketinggalan Pelangi bersama
orangtuanya, Chindai dan Josia. Usia keempat bayi itu tak beda jauh, bahkan Afika
dengan Xendra hanya berbeda 3 hari duluan Xendra. Sedangkan Pelangi sekarang
baru berusia 8 bulan, dan Alifah berusia 15 bulan.
Chelsea
sendiri sedang sibuk memeriksa dan menambahkan snack yang terlihat mulai habis.
Terlihat pada raut muka Chelsea bahwa ia lelah dan tak bisa diganggu. Namun
ketika sekilas ia melihat kearah sang anak beserta suaminya yang sedang tertawa
riang, membuat Chelsea masih terlihat semangat.
Sekilas
Chelsea memandang sang anak yang tertawa riang dipangkuan sang ayah, membuat
Chelsea termenung sejenak. Ia melamunkan kejadian disebuah pagi, 3bulan setelah
pernikahannya dengan Bagas berlangsung.
***
“.hoek.hoek.hoek.”
“Baby C,
kamu kenapa?” tanya Bagas ketika melihat sang istri yang ia panggil dengan
panggilan kesayangan Baby C (si) itu, baru saja akan menyantap sarapan bersamanya,
namun tiba-tiba malah berlari kekamar mandi dan muntah.
“Gak papa
kok, mungkin masuk angin aja,” jawab Chelsea sekenanya setelah muntahnya
selesai. Bagas pun memapah Chelsea untuk duduk dimeja makan lagi. Lagi-lagi
ketika Chelsea akan menyantap makananya, ia kembali mual dan berlari kekamar
mandi dan muntah lagi. Bagas yang melihatnya pun kembali tak tenang dan
mengejarnya lagi.
“Sayang,
kamu beneran gak papa? Kedokter aja yuk...” bujuk Bagas.
“Gak papa Baby
B. Udah kamu sarapan aja, ntar kamu telat. Aku mau istirahat dikamar sebentar
aja, nanti juga pasti baikan,” ujar Chelsea menenangkan menjawab pertanyaan
Bagas memanggil balik dengan panggilan sayangnya Baby B (bi).
*
Chelsea yang
sudah berada dikamar pun heran sendiri, karena tiba-tiba ia ingin mual-mual
padahal sedari pagi ia tidak apa-apa. Kemudian ia teringat pada kalender
bulananya. Setelah menge-check kalender bulananya, memang sedikit terjadi
kecurigaan.
“Sayang, aku
berangkat dulu ya...” ujar Bagas dengan nada keras sambil menuju kamarnya.
Chelsea yang sedang melihat kalender di smartphone’nya pun buru-buru
menyembunyikan apa yang dilihatnya dan sesegera mungkin berbaring ditempat
tidurnya.
“Baby C, aku
berangkat dulu ya. Ini aku bawain sarapan, dimakan ya...” ujar Bagas sambil
meletakkan nampan berisi sarapan itu kemeja disamping tempat tidur Chelsea.
Chelsea pun hanya tersenyum mengiyakan. Tak lupa Bagas mengecup kening Chelsea
lalu berangkat pergi kekantor.
“Hati-hati dijalan
ya. Maaf, bekal makan siangnya belum aku siapin,” ujar Chelsea kemudian.
“Iya, gak
papa Baby B. Nanti aku bisa makan diluar, kamu istirahat aja. Kalau pengen ke
dokter, hubungin aku aja,” pesan Bagas.
*
Seberangkatnya
Bagas kekantor, Chelsea masih merasa malas untuk sarapan. Dan rasa penasarannya
pun semakin menjadi. Chelsea pun memutuskan segera pergi ke apotek untuk
membeli test-pack dan sarapan diluar saja.
Chelsea
menghubungi Marsha, sahabatnya yang kini tengah hamil 5 bulan. Sekalian ia
ingin tanya-tanya tentang tanda-tanda kehamilan dari Marsha. Siapa tahu
dugaannya memang benar akan tanda-tanda yang ia alami sendiri.
*
Chelsea
telah mengantongi 3 buah alat test-pack yang baru ia beli dari apotek. Segera
ia menuju sebuah cafe yang tak jauh dari apotek tersebut untuk segera menemui
Marsha. Benar saja, Marsha telah menunggunya didalam cafe tersebut.
“Hai...”
sapa Marsha sambil melambaikan tangannya ketika melihat Chelsea masuk cafe
tersebut.
“Hai,” balas
Chelsea juga dengan melambaikan tangan, lalu menuju ketempat duduk Marsha.
Mereka pun bercipika-cipiki.
“Sudah kamu
belikah?” tanya Marsha tanpa basa-basi tak sabar mendengar cerita dari
sahabatnya ini. Karena memang ditelpon tadi, Chelsea sempat bercerita tentang
kecurigaan dirinya yang tengah hamil.
“Yap, ini.
Aku membeli tiga dengan merk yang berbeda seperti saranmu ditelpon tadi,” jawab
Chelsea sambil memperlihatkan sebuah tas plastik dari apotek.
“Bagus, jadi
kamu besok pagi, benar-benar ketika bangun tidur, ketika urin kamu belum
terkontaminasi, kamu harus segera menge-check’nya dengan alat itu. Biar alat
itu bekerja lebih efektif,” jelas Marsha.
“Baiklah...”
pasrah Chelsea yang terpotong oleh kehadiran seorang waiter yang menawarkan
menu kepada mereka. Setelah mereka memesan dan waiter itu pergi, Marsha kembali
memborbardir Chelsea dengan pertanyaan-pertanyaannya.
“Lalu, apa
yang terjadi padamu pagi ini? Morning sickness?” tanya Marsha dengan antusias.
“Entahlah,
tapi ketika aku akan makan, selalu saja rasa mual dan muntah yang tiba-tiba selalu
hadir,” jelas Chelsea.
“Baru pagi
ini, atau sudah bebarapa hari ini?” tanya Marsha lagi.
“Umh,
sepertinya baru mulai pagi ini,” jawab Chelsea.
“Lalu, apa
yang membuatmu sangat yakin kalau kamu sedang hamil?” Marsha masih belum puas
bertanya.
“Jadi, setelah
aku check kalender period-ku, sudah satu bulan lebih aku telat,” jawab Chelsea
dengan riang.
“Benarkah?
Semoga saja benar kamu sedang hamil. Jadi anak kita nanti tidak jauh beda
usianya,” ujar Marsha dengan antusias.
*
Chelsea
mondar-mandir didalam kamar mandinya pagi itu. Sambil ia pegang sebuah
test-pack yang ia beli kemarin. Raut muka tak sabar, nampak diwajahnya. Dua
garis merah mulai nampak dialat tersebut.
“Aaaa~,”
teriak Chelsea terputus ketika ia menyadari tak ingin membangunkan Bagas yang
masih tidur dikamar mereka.
“A, benarkah
ini?” ujar Chelsea pelan tak percaya dan mata berkaca.
“Coba aku
coba lagi,” putus Chelsea kemudian sambil mengambil alat test-pack keduanya.
Raut muka harap-harap cemas masih nampak diwajahnya. Kembali dua garis merah
muncul dialat test-pack keduanya. Dua garis merah yang berarti positif, positif
bahwa ia hamil.
“Benarkah
ini? Syukurlah... Apa aku perlu mencobanya untuk ketiga kali?” pikir Chelsea
kemudian. Ia pun memutuskan untuk bertanya kepada sahabatnya Marsha melalui
telpon.
“Cukup,
sepertinya kamu memang positif. Sisakan satu untuk kamu coba besok pagi. Oh ya,
nanti kita lunch bareng ya, aku akan mengabarkan ini kepada Chindai juga
Angel,” jawab Marsha ditelpon.
*
Seperti
kemarin, pagi itu Chelsea masih mual ketika akan melahap sarapannya. Bagas pun
semakin khawatir ketika Chelsea tidak ingin kedokter dulu. Namun Bagas juga
tidak bisa memaksanya dengan sifat keras kepala Chelsea itu.
“Aku
berangkat kerja dulu, mungkin nanti malam aku akan pulang terlambat. Ada
meeting diluar kota,” jelas Bagas.
“Baiklah,
hati-hati ya Baby B. Aku sudah menyiapkan bekal makan siangmu,” ujar Chelsea
dimeja makannya walau dia tidak makan karena selalu mual, dan hanya menemani
Bagas untuk sarapan.
“Baby C,
kalau kamu sakit gak usah disiapin gak papa kok. Aku nanti juga mungkin akan
makan diluar karena ada meeting dengan client diluar,” ujar Bagas.
“Tetap saja,
kamu akan memakannya kan?” ujar Chelsea menggoda manja.
“Tentu saja,
masakan kamu selalu membuatku ingin makan lagi dan lagi,” goda Bagas balik lalu
mencium kening istrinya yang sedikit terlihat pucat itu.
“Aku pergi,”
lanjut Bagas keluar rumah.
Semenjak
menikah, Bagas yang merupakan salah satu pimpinan perusahaan yang sibuk, selalu
mebawa bekal makan siang buatan sang istri. Walau sering meeting dan lunch
diluar, dia selalu menghabiskan bekal makanan buatan sang istri. Itu adalah
salah satu dukungan Bagas untuk Chelsea yang suka memasak.
*
Siang itu,
Chelsea, Marsha dan Angel telah duduk cantik disebuah restoran keluarga sedang
menyantap makan saingnya.
“Chindai
kapan balik kesini?” tanya Angel ditengah-tengah makannya.
“Entahlah,
kemarin dia bilang hanya seminggu,” jawab Chelsea yang kemarin habis komunikasi
dengan Chindai dan tahu bahwa Chindai baru pulang ke Manado menjenguk
orangtuanya.
“Apa kamu
sudah memberi tahu Chindai akan kabar gembiramu?’ tanya Marsha kemudian.
“Belum, aku
kan juga belum check kedokter,” balas Chelsea segera.
“Aduh Chel,
tapi kamu itu beneran sedang hamil deh menurutku,” sahut Angel.
“Oke, kita telpon
Chindai yuk,” ajak Marsha kemudian.
“Ndai, ada
kabar gembira nih...” ujar Marsha setelah terhubung via skype.
“Kalian lagi
ngumpul? Gak ajak-ajak ah...” keluh Chindai.
“Lah,
kamunya dimana kitanya dimana,” sahut Angel.
“Hahaha...
Iya, iya. Btw, ada kabar gembira apa? Jangan bilang kulit manggis kini ada
ekstraknya,” ujar Chindai garing.
“Hahaha...
bukan kok Ndai. Emh, kita mau dapet keponakan baru nih...” ujar Marsha
kemudian.
“Hemh, gue juga
udah tahu kalo Marsha lagi hamil tuh...” ujar Chindai.
“Kalau gue
gak usah dibilang, udah keliatan kalo gue hamil. Ada yang baru hamil ini...”
ujar Marsha antusias.
“Ah,
siapa-siapa? Chelsea?” tebak Chindai antusias.
“Nah, kok lo
tahu?” sahut Chelsea yang sedari tadi hanya diam menikmati makan siangnya.
“Hahaha...
tebakan gue bener? Hahaha... Kemarin-kemarin rada keliatan sih, elo gendutan
gitu,” ujar Chindai menggoda Chelsea dengan bilang dia gendutan. Hal yang
dibenci Chelsea dibilang gendut.
“Ah elo...”
sebal Chelsea.
“Eh, selamat
ye Chels. Btw, udah di check kedokter? Cewek ato cowok?” ujar Chindai tak
sabaran.
“Lah, 4
bulanan aja belom. Tadi pagi baru di test-pack aja,” jawab Chelsea kalem.
“Bagasnya
udah lo kasih tahu belom?” tanya Chindai kemudian.
“Emh, belom
sih. Gue bingung gimana kasih tahunya,” jawab Chelsea.
“Elo masih
buatin bekal makan siang buat suami lo kan? Nah, besok pagi lo tambahin biskuit
bayi tuh. Biar dia bertanya-tanya kenapa ada biskuit bayi,” saran Chindai
kemudian.
“Lah, emang
napa dikasih biskuit bayi?” tanya Chelsea penasaran.
“Nah, pasti
si Bagas juga akan tanya kok ada biskuit bayi juga tuh.... kasih kode gitu,
biar dia mikir ndiri,” saran Chindai yang diikuti tawa yang lain.
“Romantis
banget tuh Ndai. Lo kemarin gak kasih ide romantis gitu pas buat gue kasih tahu
Rafli,” protes Marsha.
“Eh, lo
hamil yang tahu duluan juga sapa? Suami lo kan,” ujar Chindai sebal.
“Hahaha...
iya juga sih, mertua gue sih, obsesi banget gue hamil. Buru-buru dibeliin
test-pack sama mamanya Rafli,” jawab Marsha.
“Tumben elo
romantis gitu Ndai,” puji Angel.
“Hahaha...
kemarin gue baru baca cara itu di ask.fm’nya om manapiring. Ckckckkk~~” ketawa
Chindai yang diikuti sorakan teman-temannya.
*
Pagi itu,
sebangun tidurnya, Chelsea mengetest ulang dengan sisa satu test-pack’nya. Dan
hasilnya pun masih sama. Dua garis merah ada di test-pack tersebut.
Lalu, Chelsea
menjalankan rencana yang disarankan oleh Chindai. Seperti biasa, Chelsea
menyiapkan bekal makan siang untuk Bagas. Namun, bekal yang disiapkan Chelsea
pagi ini nampak spesial. Chelsea manambahkan sebuah biskuit bayi yang telah ia
beli kemarin kedalam bekal tersebut.
Bagas yang
sudah selesai sarapan, berpamitan kepada Chelsea yang sedang tiduran dikamar
karena mualnya pagi ini lebih hebat dari 2 pagi sebelumnya, ia pun tidak
menemani Bagas karena mualnya. Chelsea tak lupa mengingatkan Bagas untuk
membawa bekal yang telah Chelsea siapakan. Tanpa curiga, Bagas pun membawa
bekal yang Chelsea siapakan.
*
Siang itu
Bagas ada meeting diluar kantor, hingga ia pun lunch diluar. Namun walau lunch diluar,
seperti biasanya, ia akan tetap memakan habis bekal yang Chelsea bawakan ketika
balik kekantornya. Walau dengan sedikit keluhan, tapi tetap saja ia habiskan
makanan yang dibuatkan sang istri untuknya karena memang masakan Chelsea enak.
“Kalo gini mah,
cuma aku yang dukung bakat masak dia. Dia gak dukung program fitnes aku. Bisa gak
six-pack lagi kalo gak dijaga ini,” keluh Bagas yang akan memakan bekal buatan
Chelsea.
“Lho, kok
ada biskuit ini?” penasaran Bagas.
“Salah
masukin ya dia?” tebak Bagas sekenanya yang sudah lahap memakan masakan
Chelsea.
“Ntar deh
dirumah tanya,” jawab Bagas sendiri yang sudah menikmati masakan Chelsea.
“Eh ya,
gimana ya kabarnya my Baby C. Tadi pagi kan muntah hebat dia. Telpon deh...”
batin Bagas kemudian menelpon Chelsea yang sudah baikan. Namun dia malah lupa
bertanya pada Chelsea tentang biskuit bayi itu.
*
Sore itu
Bagas pulang lebih awal. Dikantornya sudah tak ada pekerjaan lagi, juga ia
khawatir akan kondisi istrinya yang beberapa hari ini menurun dipagi hari.
Namun selalu terlihat lebih baikan ketika ia pulang kantor.
“Aku
pulang... Baby C,” ujar Bagas ketika sudah masuk rumah.
“Dimana
dia?” pikir Bagas. Bagas pun menuju kamarnya, dan mendapati sang istri tengah
membaca sebuah novel ditempat tidurnya. Bagas pun bergegas menuju sang istri
dan mencium keningnya.
“Tumben
pulang cepet?” sambut Chelsea menghentikan aktifitas membacanya.
“Jadi kamu
gak seneng aku pulang cepet?” ujar Bagas menggoda yang sudah duduk disamping
Chelsea.
“Yah, bukan
gitu sayang...” jawab Chelsea yang lalu akan memeluk Bagas. Namun tiba-tiba
terhenti dan Chelsea malah segera berubah menjadi badmood.
“Ah kamu
bau, mandi dulu sana...” ujar Chelsea tiba-tiba ketika Bagas akan menyambut
pelukannya.
“Hah? Kamu
kenapa?” kaget Bagas mendapati penolakan dari Chelsea dan malah mendorong agar
Bagas untuk menjauhinya.
“Kamu bau,
mandi dulu...” rengek Chelsea serius sambil menutup hidungnya.
“Sayang,
kamu ini kenapa sih?” ujar Bagas masih heran dengan tingkah serius Chelsea yang
tidak biasa itu. Biasanya pulang kantor dan belum mandi pun, Chelsea fine-fine
aja kalau Bagas didekatnya dan malah nempel terus. Ini malah Chelsea memaksa Bagas
untuk pergi mandi dulu. Dengan pasrah pun akhirnya Bagas menuruti keinginan
Chelsea untuk mandi.
Seperginya
Bagas untuk mandi, Chelsea pun heran sendiri dengan dirinya yang tiba-tiba
merasa badmood dan tidak nyaman dengan bau Bagas yang belum mandi. Padahal
biasanya fine-fine saja. Kemudain ia pun berpikir, “mungkin efek dari
kehamilanku.”
*
Makan malam
telah siap. Chelsea telah menyiapkan makanan spesial untuk makan malam mereka.
Malam ini, telah ia siapkan tekwan yang resepnya ia pelajari dari ibu mertuanya, mama Ira.
“Oh ya,
kenapa tadi di lunch box-ku ada biskuit?” tanya Bagas ketika akan makan.
“Emh, biar
kamu latihan siap-siap bentar lagi kamu juga harus ikut makan biskuit bayi
soalnya...,” jawab Chelsea cuek sambil tersenyum dan tetap melanjutkan
makannya.
“Hah? Maksudnya?”
tanya Bagas yang benar-benar tidak paham sambil menghentikan makannya. Chelsea
hanya tersenyum penuh arti sambil memandang dalam kemata Bagas. Dan itu membuat
Bagas mulai berpikir serius.
“Sayang...
Kamu...Ha...Mil?” ucap Bagas perlahan tak percaya,
“He’hem...”
respon Chelsea sambil mengangguk tersenyum sambil mengeluarkan 3 test-pack
dengan dua garis merah yang telah ia siapkan disakunya tadi.
“Baby C,
beneran kamu hamil? Benaran sayang?” tanya Bagas penuh suka cita setelah
melihat ketiga test-pack tersebut. Lalu ia pun beranjak berdiri menghampiri
Chelsea yang duduk dihadapannya, lalu memeluknya dengan erat.
“Aduhhh, iya
Baby B,” ujar Chelsea kesulitan karena pelukan erat dari Bagas.
“Sayang,
lepasin. Aku mau jatuh...” pinta Chelsea yang hampir terjatuh dari kursinya
karna antusias pelukan Bagas. Bagas pun melepaskan pelukannya lalu mengecup
kening Chelsea.
“Terimakasih
sayang, atas kabar gembira ini,” ucap Bagas tulus dengan mata berkaca.
*
Ketika malam
akan tidur, Bagas yang masih antusias akan kehamilan Chelsea, masih terus
membicarakan sang jabang bayi.
“Sayang, aku
harap si baby adalah anak perempuan. Terus, anak kedua kita adalah laki-laki,”
ujar Bagas yang tiduran disamping Chelsea.
“Aku ingin
anak perempuanku secantik dan semanis kamu,” lanjut Bagas.
“Aku tidak
ingin perempuan dulu. Aku ingin anak laki-laki dulu,” protes Chelsea yang
tiduran disamping Bagas berbantalkan lengan Bagas yang ia bentangkan.
“Kenapa?”
tanya Bagas penasaran.
“Aku ingin
anak perempuanku tumbuh dengan memiliki kakak laki-laki yang dapat ia andalkan
seperti kamu,” ujar Chelsea memiringkan tubuhnya menghadap Bagas.
“Benarkah?”
ujar Bagas tersentuh.
“Em-e...”
suara Chelsea mengiyakan dengan menatap langsung mata Bagas yang juga
menatapnya.
“Baiklah,
apapun itu, aku ingin dia lahir dengan sehat dan selamat,” ujar Bagas
selanjutnya.
“Tentu
saja,” balas Chelsea.
“Lalu,
apakah kamu sudah memikirkan sebuah nama untuknya?” ucap Bagas yang terlihat
lebih antusias.
“Apa kamu
sudah?’ tanya Chelsea balik.
“Belum sih,
tapi dia harus memiliki nama dengan panggilan berawalan huruf A. Jadi, mari
kita panggil dia dengan baby A dulu,” usul Bagas kemudian.
“Hahaha...
Okelah baby B,” setuju baby C, atau Chelsea dibarengi ketawanya.
***
“Chelsea...”
sapa seorang wanita yang tak lain adalah Tissa, rekan kerja Bagas yang telah
menjadi sahabatnya, mebuyarkan kenangan lamanya.
“Eh, Tis...”
sapa balik Chelsea.
“Dimana Baby
A?” tanya Tissa yang datang hanya bersama anaknya yang sudah berusia 2 tahun
lebih itu.
“Itu bersama
papanya, ayo kesana,” ajak Chelsea yang memang sudah dipanggil untuk
mendampingi sang putri untuk meniup lilin ulangtahun pertamanya.
*
Tanpa rewel,
Afika kecil berada digendongan sang papa. Dan ia pun nurut ketika disuruh untuk
meniup lilin. Sanjungan pun banyak ditujukan untuknya.
“A, baby-nya
pinter ya...” puji Tissa.
“Dulu
ngidam’nya apa nih?” lanjutnya.
“Cakalang,”
sahut Chinda yang tepat berada disamping Tissa.
“Benarkah?”
tanya Tissa antusias.
“Iya, dulu ketika
aku sedang pulang ke Manado, bahkan sudah malam pun, selalu pesan cakalang
untuk dikirim,” jelas Chindai antusias yang disambut tawa yang mendengarnya.
--- END ---
Source Pict:
twitter.com/AgathaChelsea18
NP: Comments dong...
Terlalu dewasa gak ceritanya??
Ditunggu ya ;)
Ditunggu ya ;)
No comments:
Post a Comment